Santigi
atau yang bernama latin (Phempis Accidula) memang sudah tak asing lagi bagi
para penggemar bonsai. Tanaman perdu pantai asli Indonesia ini banyak diminati
untuk dijadikan tanaman bonsai karena karakter cabang yang indah serta
mempunyai kesan tua. Saat dibonsai, batang pohonnya bisa membesar di bawah
'ngebung' serta berkelok-kelok. Daunnya bisa mengecil, sehingga bonsai santigi
ini seperti miniatur pohon yang besar dan tua di alam bebas.
Namun untuk membonsai Santigi tidaklah mudah. Diperlukan pemahaman yang
mendalam soal karakter tanaman ini, serta harus betul-betul paham perlakuan
(treatment) selama proses membonsai.
|
Penyiraman tanaman bonsai santigi dilakukan secara rutin menggunakan air biasa, sesekali disiram dengan air garam/laut. Untuk pupuk, gunakan kotoran kambing yang direndam dalam air, air rendaman itu kemudian disiramkan ke tanaman bonsai. Pemupukan biasa ia lakukan 3 bulan sekali. Kemudian untuk membentuk bonsai, cabang-cabangnya diarahkan dengan cara dikawat. Agar batang bonsai bisa 'ngebong' (membesar) batang perlu dipecah.
|
Kelebihan santigi ditunjang pula
oleh warna gelap daunnya yang hijau kebiruan, sehingga penampilannya sebagai
pohon tua sangat menonjol. Daun bonsai santigi yang telah jadi selalu
mengingatkan orang pada bonsai Japanese Yew (Taxus cuspidata) yang sudah
sangat termashur di Negeri Sakura.
Keindahan santigi masih dilengkapi
lagi dengan bunga-bunga kecil berwarna putih yang berbentuk terompet. Bunganya
biasanya hanya bertahan 2 hari, disusul munculnya bunga yang lain. Keidealan
santigi sebagai bahan bonsai juga didukung oleh batangnya yang bertekstur
bagus, keras, dan seperti sudah dipahat. Bentuk pohonnya sendiri memang sudah
sangat mendukung, belum lagi pertumbuhan rantingnya yang kompak.
Ada dua macam
Dikenal ada dua macam santigi, yaitu
yang habitatnya di gunung dan yang di daerah pantai. Santigi gunung biasanya
tumbuh di ketinggian 1.500 m dpl. Santigi jenis ini menghendaki hawa yang
dingin, tapi tetap mendapatkan cahaya matahari. Bunganya menyerupai bunga
anggrek, berwarna merah, ukurannya lebih besar dari bunga santigi pantai.
Daunnya tebal berwarna hijau mengkilap dengan bagian ujung kemerahan. Bunga itu
akan membentuk buah berwarna ungu kehitaman.
Santigi pantai ada yang tumbuh di
pasir, ada juga yang di tanah cadas. Santigi yang tumbuh di pasir batangnya
biasanya tumbuh lurus, mirip batang santigi gunung. Santigi yang tumbuh di
cadas biasanya akarnya tumbuh mencengkeram batu. Bentuk batangnya bagus,
seperti sudah dipahat. Karena itu, sosok pohonnya memang sudah menunjang untuk
dijadikan bahan bonsai.
Di Jawa, santigi pantai banyak
terdapat di Madura, beberapa daerah pantai selatan, Serang, dan Kepulauan
Seribu. Karena habitatnya di daerah pantai, maka ia tahan hidup di air payau.
Bahkan, tak jarang di alam bebas santigi banyak ditemukan tumbuh berdekatan
dengan pohon kayu api-api atau bakau. Di alam, pohonnya yang paling tinggi
hanya 3 m, dengan diameter batang antara 30-40 cm. oleh penduduk, tanaman ini
biasanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
Tidak rewel
Nursalim, seorang kolektor bonsai di
Tangerang, memiliki bonsai santigi bergaya raft (tumbuh dari batang)
yang berpenampilan sangat bagus. Menurutnya, bonsai itu dibelinya dari seorang
tukang tanaman di daerah Jombang (Jatim) sekitar 4 tahun yang lalu. Sejak
dibeli hingga kini, Nursalim tidak pernah kerepotan mengurusnya.
Santigi memang tidak rewel. Ia
menginginkan media tumbuh yang lembap dan cahaya matahari penuh. Untuk
merawatnya, ia hanya perlu disiram dua hari sekali. Bila bunganya mulai jarang
muncul, ia bisa segera dipupuk NPK. Agar bentuknya kompak, daun-daunnya yang
berlebihan dipotong secara rutin. Selain tidak rewel, santigi juga tahan hidup
dalam media tanam yang terbatas dan mampu meranting sempurna dalam kondisi
demikian. Memperbanyaknya pun tak sulit, bisa dilakukan dengan setek, cangkok,
ataupun pemecahan akar.
0 komentar:
Posting Komentar